Posted by orek2 an berkelas..... cita rasa tinggi | Posted on 13.52 | Posted in
MINYAK JELANTAH --> Biodisel
Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Adapun pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak jelantah.
Hasil ujicoba pada kendaraan Izusu Elf menunjukkan adanya penghematan bahan bakar dari 1 liter untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang sekitar 20 persen apabila digunakan oleh para nelayan (Gatra 2006). Bahkan telah diuji coba pada kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama kurang lebih 3 tahun tanpa masalah sadikit pun.
Tabel berikut adalah perbandingan emisi yang dihasilkan oleh biodiesel dari minyak jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) dan Solar :
Hal | AME | Solar |
Emisi NO | 1005,8ppm | 1070ppm |
Emisi CO | 209ppm | 184ppm |
Emisi CH | 13,7ppm | 18,4ppm |
Emisi partikulat/debu | 0,5 | 0,93 |
Emisi SO2 | tidak ada | ada |
Dari tabel tersebut terlihat bahwa biodiesel dari minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel. Berikut adalah hasil uji laboratorium perbandingan berbagai macam parameter antara biodiesel minyak jelantah, solar dan persyaratan SNI untuk biodiesel :
Sifat fisik | Unit | Hasil | ASTM Standar (Minyak Solar) | SNI Biodiesel |
Flash point | °C | 170 | Min.100 | Min. 100 |
Viskositas (40°C) | cSt. | 4,9 | 1,9-6,5 | 2,3-6,0 |
Bilangan setana | - | 49 | Min.40 | Min.48 |
Cloud point | °C | 3,3 | - | Maks.18 |
Sulfur content | % m/m | <<> | 0.05 max | Maks.0,05 |
Calorific value | kJ/kg | 38.542 | 45.343 | -- |
Density (15°C) | Kg/l | 0,85 | 0,84 | 0,86-0,90 |
Gliserin bebas | Wt.% | 0,00 | Maks.0,02 | Maks 0,02 |
Namun yang menjadi permasalahan utama ialah pengumpulan minyak jelantah yang tidak mudah, selain karena persebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi juga tidak sedikitnya pengumpul minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka olah kembali, bisa juga tidak, untuk kemudian dijual ke pedagang kecil maupun untuk keperluan lain. Disatu sisi berdasarkan pengamatan penulis, para pedagang kecil yang menggunakan minyak goreng untuk dagangannya akan membuang minyak jelantah sisa menggoreng ke selokan yang terdekat yang bermuara pada sungai, sehingga dapat menjadi salah satu sumber polusi pada perairan sungai. Untuk itu perlu adanya dukungan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk penanganan limbah minyak jelantah ini menjadi biodiesel, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Guangzhou, China. Guangzhou sebagai kota terbesar ketiga di China telah berhasil mengolah minyak jelantah sebanyak 20.000 ton pertahun untuk diolah menjadi biodiesel karena adanya dukungan dari pemerintah lokal (Y Wang et al, 2006).
Oleh karena itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel merupakan suatu cara pembuangan limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan nilai ekonomis serta menciptakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar solar yang bersifat ethis, ekonomis, dan sekaligus ekologis.
Perkembangan teknologi sumber daya energi terbaharukan (renewable energy) terus mengalami kemajuan. Salah satu di antaranya adalah pengembangan biodiesel, yaitu bahan bakar untuk mesin diesel yang dihasilkan dari sumber daya hayati yang justru banyak terdapat di daerah tropis seperti Indonesia. Bahan baku (feed stock) biodiesel terus mengalami pengembangan melalui berbagai eksperimen di seluruh dunia. Dari awalnya berbasis tumbuhan kanola (rapeseed) kemudian dikembangkan pembuatan dari kelapa sawit, pohon jarak, sampai minyak jelantah (used vegetable oil).
Maka untuk mengantisipasi makin meningkatnya harga serta permintaan akan minyak solar / ADO (Automotive Diesel Oil), penting untuk mengkaji pengembangan biodiesel berbahan baku minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah akan melewati tahap sebagai berikut:
- Proses pemurnian minyak jelantah dari pengotor dan water content
- Esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acids) yang terdapat di dalam minyak jelantah,
- Trans-esterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metil ester, dan
- Pemisahan dan pemurnian
Reaksi kimia proses transesterifikasi tri glyceride menjadi methyl ester dengan alkohol sebagai senyawa pengesterifikasi, adalah sebagai berikut:
|
CH2-O-CO-R’ CH2OH CH3-O-CO-R’
CH-O-CO-R’’ + 3CH3OH CHOH + CH3-O-CO-R’’
|
|
Pada penelitian ini, pada kondisi variasi 20% volume alkohol (perbandingan mol metanol : minyak jelantah 4,95:1), di dapat konversi reaksi sebesar 93% volume minyak jelantah (kondisi optimal)
Secara teknis oembuatan minyak jelantaj sebagai bioethanol dapat dilihat disini : http://www.ziddu.com/download/7370203/biojelantah.pdf.html
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran potensi pengembangan biodiesel di Indonesia, dengan memanfaatkan salah satu jenis bahan bakunya yaitu minyak jelantah. Gambaran potensi tersebut dapat dilihat dari uji performansi dan sifat-sifat fisik biodiesel yang dihasilkan.
Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari
Minyak Jelantah
Sifat fisik | Unit | Hasil | ASTM Standar (Solar) |
Flash point | °C | 170 | Min.100 |
Viskositas (40°C) | cSt. | 4,9 | 1,9-6,5 |
Bilangan setana | - | 49 | Min.40 |
Cloud point | °C | 3,3 | - |
Sulfur content | % m/m | << 0.01 | 0.05 max |
Calorific value | kJ/kg | 38.542 | 45.343 |
Density (15°C) | Kg/l | 0,93 | 0,84 |
Gliserin bebas | Wt.% | 0,00 | Maks.0,02 |
Secara keseluruhan, parameter fisik yang ditampilkan dari hasil penelitian masih berada dalam batasan standar dari ASTM, kecuali harga Calorific Value yang sedikit lebih kecil dibandingkan harga solar. Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan baker. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar; Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate molecul lebih rendah 17%; sedang untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar 10%; sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan.
Mari kita tinjau dari sudut pandang ekonomis produksi biodiesel dari minyak jelantah ini. Bahan Baku yang digunakan untuk pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah:
- Minyak jelantah (bisa di dapat gratis dari restoran-restoran fast food) atau kita hargai dengan Rp 500,00/liter
- Methanol Rp 5000,00/liter
- NaOH (s) Rp 12.500,00/kg
Konversi reaksi 93%, berarti setiap 1 liter minyak jelantah akan menghasilkan biodiesel sebesar 930 ml. Methanol yang digunakan setiap 1 liter minyak jelantah adalah 200 ml, sedangkan NaOH yang dipakai sebesar 5 gr setiap 1 liter minyak jelantah.
Jadi biaya produksi total untuk menghasilkan 1 liter biodiesel yaitu:
- Minyak jelantah = 100/93 x 500 = Rp 537,65
- Methanol = 200/1000 x 5000 x 100/93 = Rp 1075,27
- NaOH kira - kira kita hargai Rp 100,00 / liter biodiesel
- Utilitas (listrik dll) kita hargai Rp 100,00 / liter biodiesel
Jadi total untuk menghasilkan 1 liter biodiesel dibutuhkan biaya produksi = Rp 1812,90 (Harga ini dengan asumsi bahwa harga minyak jelantah Rp 500,00, Kalau ternyata harganya bisa gratis, jadi total biaya produksi biodiesel hanya menjadi Rp 1312,90. Bandingkan dengan harga solar sekarang yang Rp 1.890,00. Cukup prospektif bukan ?)